Mendidik Anak Baru Gede ala Jurnalis

Anak Baru Gede
Sering saya mendengar curhat orang tua yang memiliki anak baru gede (ABG). Menurut banyak orang tua, begitu sulitnya mendidik anak yang masih ABG saat ini. Anaknya susah sekali di atur, suka melawan, suka menuntut, manja, boros, cuek alias seenaknya sendiri, dan sering berbohong. Perubahan prilaku anak sekarang yang jauh berbeda dengan masa ABG orang tuanya, membuat banyak orang tua kelimpungan meresponnya. Yang muncul kemudian pola didikan hitam-putih. Didikan keras yang tak jarang bisa membuat anak kabur. Dan yang paling banyak, “didikan longgar “ yang justru mendorong anak menjadi “bos” di rumahnya.
Setelah saya berpikir, ada banyak hal yang menjadikan orang tua terjebak dalam pola didikan hitam-putih seperti di atas.

1. orang tua masih banyak terpengaruh oleh pola didikan model dulu. Model orang tuanya mendidik, dipraktekkannya juga kepada anaknya saat ini. Pada hal ruang dan waktu zaman dulu dengan zaman sekarang jauh berbeda. Pola didikan yang cenderung kasar biasanya sangat dipengaruhi oleh pola didikan model dahulu.

2. Ada gap yang luar biasa dalamnya antara pengetahuan anak dengan orang tuanya, terutama pengetahuan yang terkait dengan perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi. Anaknya sudah mahir dalam menggunakan tehnologi yang tergaul, orang tuanya masih gagap. Satu fakta bisa diungkap di sini, perkembangan warnet saat ini sudah merambah ke desa-desa, tetapi para orang tua belum pernah mengetahui, seperti apakah rupa internet. Saya jadi ingat peristiwa tahun lalu, saat ada orang tua ABG tangisnya pecah, ketika saya memberitahukan di dalam HP anaknya tersimpan video porno. Dia sama sekali tidak menduga, ketika anaknya minta uang untuk beli HP, ternyata HP bisa dibuat menyimpan faile video porno. Ini baru HP.

3. Kecenderungan banyak orang tua ahir-ahir ini memang sangat memanjakan anak. Hal ini sebenarnya berlangsung sejak usia dini. Banyak orang tua yang menuruti keinginan anaknya membeli sesuatu tanpa berfikir panjang apa dampaknya. Hanya karena alasan biar “sama dengan anak tetangga”, orang tua sangat mudah membelikan sesuatu yang sama dengan anak tetangganya. Yang saya saksikan kalau di desa, kecenderungan ABG yang menuntut untuk dibelikan motor. Meski orang tua terpaksa harus menjual kebun, keinginan anaknya toh tetap dituruti.

4. Membiarkan anak terlalu masuk dalam pergaulan dengan teman sebayanya. Yang saya maksud di sini adalah komunitas teman sebaya yang cenderung berlebih mempertontonkan ekspresi ke-ABG-annya sehingga kurang patut menurut ukuran budaya setempat. Sudah menjadi hakekat ABG karena perkembangan umur dan psikologinya dia mencari wadah bersosialisasi. Sosialisasi seumuran ABG jelas melampaui sosialisasi rumah tangga. Mereka akan mencari teman sebaya sebagai bentuk dari perluasan sosialisasinya. Tak jarang dalam memperluas sosialisanya ABG terperangkap dalam kelompok teman sebaya yang berlebih tadi. Atau kelompok teman sebaya yang memberi warna tidak sehat seperti nge-drug, nongkrong berlebih, pergaulan bebas, atau kelompok teman sebaya yangcenderung ekslusif dan meminta kesetian tanpa reserve bagi anggotanya. Akibatnya ABG ini lambat laun terjebak pada kesetiaan tunggal, kepada kelompok teman sebayanya. Secara bersamaan akan melonggarkan hubungan emosional dengan keluarganya. Dari sinilah otoritas orang tua mulai mengendor. Dia akan lebih cenderung mendengar omongan teman sebayanya ketimbang orang tuanya.  

5. Adanya pola kepengasuhan yang berbeda antara ayah dan ibu. Misalnya bapak keras, ibu longgar. Atau sebaliknya, ibu keras bapak longgar. Akibatnya anak mengalami kesulitan untuk melakukan identifikasi, dan cenderung menjadikan kepribadian anak pecah. Sangat banyak saya saksikan pola kepengasuhan yang berbeda di antara orang tua menjadikan anak sulit untuk disiplin, cenderung manja, dan sulit diberi masukan.


            Jika anak ABG sudah terlanjur memiliki sifat manja, tidak disiplin, pemantik konflik, suka menuntut, boros dan sifat-sifat tidak produktif lainnya, maka orang tua memerlukan kesabaran ekstra. Soalnya sifat ini tidak muncul begitu saja, tetapi akumulasi dari pola kepengasuhan orang tua sejak usia dini. Di samping banyak juga yang mereka timba dari pengalaman bersama teman-teman sebayanya. Beberapa tips yang mungkin bermanfaat sebagaimana berikut ini:

1. “Orangkan” mereka. Rubah pandangan seolah-olah mereka benda milik Anda. Mengorangkan mereka berarti memberi ruang bagi mereka untuk menyatakan pendapatnya. Prinsipnya sediakan ruang untuk berdialog. Tetapi dialog arahkan untuk menghasilkan konsensus yang bisa memberi manfaat terutama bagi ABG itu sendiri. Misalnya, kalau mereka menuntut untuk beli sesuatu, ajak mereka untuk mendiskusikan manfaat dan madharatnya bagi mereka sendiri sebelum membeli. Jika sudah dipahami madharatnya, bikin konsensus untuk mengawal anak itu agat tidak terjebak pada yang  madharat. Misalnya, “okey saya belikan kamu motor, tetapi ayah akan jual jika kamu melakukan pelanggaran lalu lintas yang berat”.

2. Rubah pola kepengasuhan keras dan longgar ke pola kepengasuhan tegas. Yang saya maksud dengan pola kepengasuhan lakukan secara konsisten dan berkesibambungan apa yang sudah dikonsensuskan. Jika belum habis waktu belajar, misalnya, jangan biarkan anak ke luar rumah. Nah konsensus ini harus konsisten betul dilakukan. Jika sekarang ia, besok tidak, maka pola kepengasuhan anda tidak akan efektif

3. Ada kesamaan dalam pola kepengasuhan anak antara ayah dan ibu

4. Yang sangat penting, sediakan waktu bagi ABG anda untuk memperoleh limpahan kasih sayang dari Anda

5. Ada persoalan tehnis yang tidak bisa dinalar. Maka do’a untuk keshalehan anak menurut saya merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar oleh orang tua

6. Terahir awasi ABG Anda dengan menggunakan ilmunya jurnalis

§ Siapa saja teman-teman sebayanya?
Dengan mengenal teman-teman sebayanya, Anda tidak akan repot ketika ABG anda misalnya nongkrong di rumah teman-teman ABG Anda
§ Bagaimana rekam jejak teman-teman sebayanya?
Hal ini untuk memastikan apakah ABG Anda berteman dengan orang-orang yang akan menjadikan anak Anda tidak produktif. Saya masih ingat nasehat orang tua, “nak, jika teman kamu maling, sangat mungkin kamu akan menjadi maling. Atau paling tidak kamu dicap maling”.
§ Dimana tempat nongkrongnya?
Kelompok sebaya yang produktif dan tidak biasanya memiliki tempat dan karakteristik tongkrongan sendiri-sendiri
§ Mengapa nongkrong di situ?
Ini pertanyaan yang sepertinya jelimet. Tetapi maksud saya biar kita bisa mengetahui betul tentang lingkungan yang menjadi lokasi tongkrongan ABG Anda.
§ Apa yang dilakukan?
Pastikan ABG anda melakukan hal-hal yang positif dan produktif. Bahasa saya, sedetik saja tidak lengah, anak kita tiba-tiba sudah mulai nge-drug.
§ Kapan waktu nongkrongnya
Anda harus bersikap tegas jika anak tidak mengenal waktu ketika nongkrong. Di samping hal ini akan mengganggu ritme hidupnya yang sudah tidak jelas lagi kapan waktu istirahat,makan, belajar, dan santai juga akan menjadikan anak sulit belajar disiplin.

4 komentar:

  1. wah... artikelnya menarik....
    trimakasieh... salam ukhuwah...

    BalasHapus
  2. semoga penulis blog ini selalu sehat sehingga bisa terus berkarya

    BalasHapus
  3. iya zahra kalau tidak menarik mana mungkin ada pengunjungnya seperti aku heeeee

    BalasHapus

Recent Posts