Bahaya Memakai Rok Mini

Tiba-tiba saja Jakarta dipenuhi kriminal pemerkosaan terhadap perempuan di dalam angkutan umum. Dimulai dari pemerkosaan hingga kematian mahasiswa Universitas Bina Nusantara sampai kasus di angkutan umum D-02 jurusan Ciputat-Lebak Bulus.
Kasus Livia, pemerkosaan terjadi di siang bolong, setelah mengikuti ujian skripsi. Sedangkan SRS diperkosa bergilir saat tengah malam, dalam perjalanan pulang dari kantornya. Siang atau malam, pemerkosaan itu terjadi. Tanpa perlu kajian khusus, terlihat kalau kondisi angkutan umum di Jakarta sangat mengerikan dan sudah seharusnya dibenahi.
Gubernur Fauzi bowo pun  berjanji akan membahas hal tersebut ke Dinas Perhubungan dan Kepolisian Daerah Metro Jaya. Namun di sela-sela janjinya itu, Foke, panggilan akrab Fauzi Bowo, juga menyatakan perempuan sebagai penyebab terjadinya pemerkosaan, terutama yang menggunakan rok pendek atau mini.
"Bayangkan saja kalau Perempuan naik mikrolet duduknya pakai rok mini, kan agak gerah juga. Sama kayak orang naik motor, pakai celana pendek ketat lagi, itu yang di belakangnya bisa goyang-goyang," kata Foke.  
Apa semua perempuan yang diperkosa itu menggunakan rok mini? Lalu kalau si perempuan menggunakan rok mini dan sang pria "ngiler", mengapa tidak menyalahkan si pelaku yang pikiran dan perilaku mesum? Kenapa menyalahkan perempuan dan membatasi ruang geraknya?
Mungkin Foke tidak tahu, kalau perempuan berpakaian tertutup, misalnya mengenakan jilbab dan baju panjang (bagi perempuan muslim), itu juga kerap mendapat pelecehan dari laki-laki. Entah dalam bentuk candaan atau gerakan tubuh, seperti yang terjadi di kereta rel listrik (KRL) ekonomi.
Pernyataan Foke benar-benar multitafsir. Omongan dia itu bisa diartikan bila dirinya mengangap wajar seorang laki-laki berpikiran mesum saat melihat perempuan. Dia pun tidak menyalahkan pelaku pemerkosaan, tapi menghakimi si korban, si perempuan. Kenapa Foke tidak cukup berkaca kalau angkutan umum di kotanya sudah sangat tidak layak digunakan. Baik dari segi fasilitas maupun keamanannya?
Bila ditelisik, Foke juga lupa kalau berdasar UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan perjanjian kerja sama pengusaha dengan pemerintah daerah, perusahaan harus menyediakan mobil antar-jemput bagui karyawan perempuan yang bekerja di luar jam kerja, yakni pukul 20.00-08.00 pagi. Serta biaya pengobatan yang diterima untuk sekali peristiwa maksimal sebesar Rp 12 juta.
Peraturan tersebut ada mengingat situasi Jakarta yang berbeda sehingga membuat beberapa tempat kerja yang pada malam hari membutuhkan peran perempuan, di antaranya bioskop, airport, dan rumah sakit.
Saat ini, Foke memang sudah minta maaf atas pernyataannya itu. Masyarakat mungkin sudah memaafkannya. Namun hal itu tidak mengubah pandangan orang terhadap pola pikir sang ahli tersebut.

Credit link By zIes for you
Oleh : http://politikana.com

2 komentar:

  1. yoyoy pasti mereka yang membuat seperti itu....
    coba klo dijilbab yang bener???!!

    BalasHapus
  2. siap yang nanam dialah yang memetik...
    dimana ada gula disitu ada semut...
    dimana ada asap disitu ada api..
    itulah ketiga pribahas yg cocok untuk menggambarkan peristiwa tersebut..

    BalasHapus

Recent Posts